Selasa, 23 Juli 2013

Perut Buncit Rentan Kematian Mendadak

Ini adalah peringatan bagi mereka yang memiliki perut buncit. Riset terbaru mengindikasikan, mempunyai timbunan lemak di perut berkaitan dengan risiko mengalami kematian jantung mendadak atau sudden cardiac death.

Ilmuwan dari University of Minnesota Minneapolis, Amerika Serikat, Selcuk Adabag, mengatakan bahwa rasio pinggang atau pinggul yang lebih besar jauh lebih penting ketimbang indeks massa tubuh dalam memperhitungkan risiko kematian jantung mendadak. Obesitas atau kegemukan adalah faktor risiko moderat untuk kematian jantung mendadak yang biasanya berjalan seiring dengan lemak di perut.

"Arti penting dari studi ini adalah bahwa temuan ini menunjukkan, perut buncit merupakan faktor risiko independen untuk kematian jantung mendadak, bahkan setelah memperhitungkan faktor-faktor seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung koroner," kata Adabag, yang juga seorang electrophysiologist jantung di Veteran Administrasi Medical Center, Minneapolis.
Kematian jantung mendadak bertanggung jawab atas lebih dari 250.000 kematian di Amerika Serikat setiap tahun, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Kematian jantung mendadak didefinisikan sebagai kematian yang terjadi satu jam setelah gejala awal. Selain obesitas, faktor risiko yang turut memengaruhi antara lain penyakit jantung koroner dan masalah irama jantung.

Untuk penelitian ini, Adabag melibatkan lebih dari 15.000 relawan dengan usia rata-rata 54 tahun yang terdaftar dalam pengkajian Atherosclerosis Risk in Communities Study. Selama lebih dari 13 tahun masa studi, peneliti menemukan ada lebih dari 300 peserta mengalami kematian jantung mendadak.

Setelah Adabag memperhitungkan usia, jenis kelamin, ras, pendidikan, status merokok, dan riwayat keluarga penyakit jantung, ia menemukan bahwa indeks massa tubuh, lingkar pinggang, dan rasio pinggang-pinggul, kesemuanya terkait dengan kematian jantung mendadak.

"Saya berharap akan ada hubungan dengan semua faktor yang diukur," katanya.

Akan tetapi, ketika peneliti memperhitungkan hubungannya dengan kondisi seperti diabetes, tekanan darah tinggi, gagal jantung, dan LDL tinggi, rasio pinggang atau pinggul ternyata  masih memiliki hubungan yang lebih tinggi terhadap risiko kematian jantung mendadak.

Adabag mengatakan, sampai saat ini belum ada alasan yang dapat menjelaskan mengapa orang dengan lemak di perut berisiko lebih tinggi mengalami kematian jantung mendadak. Namun, ia berspekulasi bahwa di mana lemak disimpan, hal itu akan menjadi penting untuk risiko jantung.

"Lemak di perut memuntahkan zat inflamasi. Peradangan ini terkait dengan masalah jantung," tutur Adabag yang mempresentasikan penelitian ini pada pertemuan tahunan Heart Rhythm Society di Boston.

Dr Suzanne Steinbaum, seorang ahli jantung dan Direktur Women and Heart Disease di Lenox Hill Hospital, New York City, menilai  temuan ini sebagai hal yang menarik.

"Kami memiliki pemahaman bahwa rasio pinggang-pinggul tinggi berhubungan dengan kondisi seperti diabetes dan tekanan darah tinggi. Akan tetapi, kita belum pernah dengar sebelumnya bahwa hal ini juga memiliki asosiasi dengan kematian jantung mendadak," kata Steinbaum.

"Yang biasa kita lakukan adalah mencegah obesitas dengan olahraga dan diet-gaya hidup sehat," sambung Adabag.

"Olahraga sangat penting," kata Steinbaum. Mereka dengan perut 'panci', tambahnya, mungkin terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat sederhana, seperti yang ditemukan dalam makanan manis olahan.

Di Amerika Serikat, dua pertiga orang dewasa dan sepertiga anak-anak dilaporkan mengalami kegemukan atau obesitas.
Peneliti menegaskan bahwa meskipun hasil temuan menemukan hubungan antara lemak perut dan risiko jantung,  hal itu tidak membuktikan hubungan
sebab-akibat.

Waspadai Kematian Mendadak Usai Olahraga

Melakukan gerak badan secara teratur banyak disarankan untuk mengurangi penyakit kardiovaskular. Namun, tidak sedikit orang yang justru terkena serangan jantung setelah berolahraga. Sebelumnya, seniman Betawi Benyamin S dan pelawak Basuki meninggal saat bermain bola. Terakhir, aktor sekaligus politisi Partai Demokrat Adjie Massaid menghembuskan nafas terakhir usai bermain futsal.
Serangan jantung yang timbul usai berolahraga itu, menurut dr.Grace Tumbelaka, Sp.OK, biasanya terjadi pada orang yang punya risiko penyakit jantung atau pada mereka yang jantungnya tidak terlatih namun nekat berolahraga.
"Coba perhatikan orang-orang yang mengalami kematian mendadak itu, biasanya mereka sudah tidak muda lagi dan karena kesibukannya tidak bisa menyempatkan olahraga secara rutin," papar dr.Grace, ahli kedokteran olahraga ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/2/2011).
Ia menambahkan, setiap olahraga permainan, seperti basket, sepak bola, tenis, atau futsal, memiliki sifat yang hampir sama. "Yang menyebabkan serangan jantung adalah karena jantungnya tidak terlatih. Kalau seseorang sudah biasa olahraga sejak muda, tidak terputus dan rutin dilakukukan tiga kali seminggu, maka mengalami efek akibat olahraga lebih kecil," katanya.
Karena itu, ia menyarankan agar setiap orang yang sudah berusia 40 tahun melakukan pemeriksaan kesehatan untuk menentukan jenis latihan yang tepat. "Di usia ini rata-rata orang punya risiko penyakit jantung," imbuhnya.
Grace menambahkan, setiap tahapan usia memiliki tingkat latihan dan porsi tersendiri, terutama intensitasnya.
"Saat berolahraga, kebutuhan jantung akan oksigen meningkat dan jantung akan memompa lebih keras lagi. Jika sebelumnya sudah ada sumbatan di pembuluh darah, ini bisa membuat kebutuhan oksigen jantung tidak tercukupi," kata dokter yang pernah  menangangi tim Pelatnas PBSI ini.
Untuk mereka yang telah berusia paruh baya, pemeriksaan prepartisipasi wajib dilakukan. "Pemeriksaan ini sekarang baru dilakukan para atlet, padahal ini bisa dilakukan semua orang untuk menentukan jenis olahraga yang tepat," paparnya.
Untuk mendapatkan manfaat yang optimal, olahraga seharusnya dilakukan dengan tepat dan diawasi sehingga tidak berlebihan.

Penebalan Otot Jantung Sebabkan Kematian Mendadak





Salah satu penyakit jantung yang perlu diwaspadai adalah penebalan otot jantung. Penyakit yang disebabkan oleh faktor genetik ini bisa menyebabkan kematian mendadak.

"Biasanya korban beraktifitas fisik terlalu berat, misalnya olahragawan. Akibatnya otot menebal dan butuh aliran darah lebih banyak daripada biasanya," kata dr. Antono Sutandar SpJP, dari Siloam Heart Institut di Siloam Hospital Kebon Jeruk pada Jumat (19/7).

Antono menjelaskan, otot jantung yang menebal perlu lebih banyak aliran darah sehingga ini menimbulkan ketidakseimbangan. Permintaan otot tidak sama dengan jumlah darah yang bisa disuplai sehingga otot tidak bisa bekerja maksimal. Akibatnya terjadilah serangan jantung yang diikuti kematian sel.

 


Penyakit ini, menurut Antono, tidak kambuh bila penderita tidak beraktifitas fisik terlalu berat. "Kalau penderitanya santai saja, tidak ada masalah," katanya.

Penyakit ini juga tidak memiliki gejala spesifik. Karena itu, Antono menyarankan skrining untuk deteksi dini.

Skrining pertama adalah mengetahui riwayat penyakit dalan satu keluarga. Selanjutnya bila diketahui pernah menderita penebalan otot jantung, maka pasien menjalani tes EKG dan Cardiac MRI. Kedua tes ini untuk mengetahui bagaimana kondisi jantung, dan memperkirakan risiko kematian mendadak.

Kemudian pasien akan menjalani monitoring irama jantung. Irama yang tidak teratur menandakan kerja jantung yang kurang maksimal. Pasien juga menjalani tes olahraga untuk melihat tekanan darahnya.

Pada orang dengan otot jantung tidak menebal, olahraga menyebabkan tekanan darahnya naik perlahan. Sebaliknya pada orang dengan penebalan otot, tekanan darahnya cepat sekali naik lalu langsung turun. Tekanan darah yang berfluktuasi tajam ini berbahaya bagi kesehatan jantung.
Penebalan otot jantung wajib diwaspai. "Perhatian di Indonesia masih kurang. Padahal angka kejadiannya berkisar 1/500 sampai 1/1000," kata Antono.

Karena itu Antono menyarankan deteksi dini, terutama bila ada keluarga yang pernah mengalami penebalan oto jantung.

Ini Ciri Khas Nyeri Dada karena Jantung






Setiap orang pasti pernah merasakan nyeri dada selama hidupnya. Bahkan dalam setahun setidaknya Anda pernah sekali merasa nyeri dada. Kebanyakan,akan langsung menghubungkan nyeri dada dengan sakit jantung, apalagi bila nyeri dadanya dirasakan di dada sebelah kiri.

Faktanya, nyeri dada akibat penyakit jantung lebih sedikit frekuensinya dibandingkan nyeri dada bukan akibat penyakit jantung. Penelitian terkait penyebab nyeri dada pernah dilakukan di Swiss dengan melibatkan 672 pasien. Pasien-pasien tersebut datang dengan keluhan nyeri dada. Namun setelah menjalani pemeriksaan, nyeri dada yang diakibatkan oleh penyakit jantung hanya sekitar 16 persen. Penyebab paling banyak ialah masalah otot, yakni sekitar 50 persen.

Penelitian serupa juga pernah dilakukan terhadap 135 pasien anak-anak berusia 4-17 tahun. Anak-anak tersebut dibawa berobat karena mengeluhkan nyeri dada. Dari sekian banyak anak tersebut, nyeri dada yang diakibatkan oleh penyakit jantung hanya ditemukan pada 1 pasien saja. Sisanya nyeri dada diakibatkan tegang otot, psikis seperti rasa cemas, dan gangguan saluran cerna.

Namun bukan berarti kita tidak boleh anggap remeh nyeri dada. Nyeri dada yang ternyata diakibatkan jantung dapat berakibat fatal. Oleh karenanya, pengetahuan mengenai ciri-ciri nyeri dada yang disebabkan jantung amat penting.

Ciri nyeri dada yang disebabkan jantung

Nyeri didefinisikan sebagai sensasi tidak enak akibat kerusakan jaringan. Nyeri sebenarnya bersifat subyektif. Jantung akan memberikan sensasi nyeri bila terjadi ancaman kerusakan jaringan jantung. Penyebab terseringnya ialah kekurangan oksigen dan darah yang dapat muncul pada kondisi sumbatan atau penyempitan pembuluh darah jantung.

Tidak semua nyeri dada perlu dikhawatirkan berasal dari jantung. Beberapa karakteristik nyeri dada berikutlah yang patut diwaspadai berasal dari jantung.

Jantung terletak di tengah-tengah dada agak sedikit ke kiri. Oleh karena itu, tidak semua nyeri dada akibat jantung dirasakan di sebelah kiri. Bila yang mengalami kerusakan jantung sebelah kanan, maka nyeri yang dirasakan dapat berupa nyeri dada kanan. Jika yang mengalami kerusakan jaringan jantung belakang, maka dapat muncul gejala rasa tidak enak di punggung. Demikian pula bila bagian bawah jantung yang mengalami kerusakan, nyeri bisa dirasakan di ulu hati yang menyerupai gejala sakit maag.

Jantung termasuk organ dalam sehingga sifat nyerinya adalah nyeri yang tidak terlokalisasi. Artinya, Anda tidak akan dapat menunjuk letak nyeri hanya dengan satu jari. Biasanya, seorang pasien jantung akan menunjukkan tempat nyerinya dengan seluruh telapak tangannya ketika ditanya di mana letak nyeri dirasakan.

Sensasi nyeri dada akibat jantung biasanya bersifat tumpul. Nyeri dada seperti sensasi tertindih benda berat, tertekan, sesak berat, dan rasa terbakar. Namun, beberapa dari mereka juga dapat mengalami rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk.

Ciri khas lainnya adalah terdapat penjalaran. Nyeri yang diakibatkan oleh jantung dapat menjalar melalu saraf hingga ke bahu, lengan kiri, tembus ke punggung, dan leher. Tempat-tempat tersebut khas untuk penjalaran nyeri dari jantung.

Mengenai lama, nyeri dada dapat berbeda-beda tergantung berat-ringannya penyakit jantung yang diderita. Nyeri dada akibat penyempitan derajat ringan biasanya berlangsung kurang dari 20 menit. Sementara itu, nyeri akibat sumbatan total atau pada serangan jantung akut terjadi lebih dari 20 menit.

Nyeri dada akibat jantung terjadi pada saat kerja jantung kita meningkat, misal saat beraktivitas, sesaat setelah beraktivitas, sedang marah, emosi, atau stres. Nyeri berkurang dengan istirahat dan menenangkan diri.

Ciri khas lainnya ialah nyeri tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh. Posisi berdiri, duduk, berbaring miring ke kanan, kiri, dan sebagainya tidak akan memengaruhi rasa nyeri. Demikian pula dengan pernapasan. Nyeri akibat jantung tidak bertambah sakit saat menarik ataupun mengembuskan napas. Jika nyeri bertambah dengan menarik napas, maka penyebab nyeri dada lebih dicurigai disebabkan oleh paru-paru atau otot dinding dada.

Nyeri dada akibat jantung umumnya diiringi oleh gejala saraf simpatis lainnya, yakni gejala seperti saat seseorang cemas. Gejala simpatis tersebut antara lain berkeringat dingin, denyut jantung cepat, lemas, mual, dan muntah.

Anda merasakan nyeri dada? atau orang sekitar Anda ada yang nyeri di dada? Coba cocokkan dengan karakteristik nyeri di atas. Jangan cepat-cepat takut bahwa nyeri dada yang dialami akibat jantung. Namun, bila agaknya karakteristiknya mengarah ke jantung, segera ke rumah sakit terdekat!
Semoga bermanfaat.

Dua Langkah Cegah Penyakit Jantung



Sampai saat ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih menempatkan penyakit kardiovaskular, seperti jantung koroner, stroke, dan juga hipertensi sebagai penyebab kematian nomor satu.

Agar kita bisa terhindar dari penyakit yang terus memakan korban jiwa ini, menjalankan gaya hidup sehat menjadi wajib hukumnya. Salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk memastikan organ jantung selalu sehat adalah menjaga kadar tekanan darah dan kolesterol.

Para peneliti dari Medical University of South Carolina menemukan, pasien penderita hipertensi yang menurunkan kadar tekanan darahnya saja atau kadar kolesterolnya saja, risiko terkena serangan jantung hanya turun menjadi 20 persen dan 35 persen.

Berbeda hasilnya jika seorang pasien hipertensi berusaha menjaga agar kadar tekanan darah dan kolesterolnya tetap normal. Risiko terkena serangan jantung berkurang sampai lebih dari 50 persen.

Tekanan darah tinggi akan merusak lapisan pembuluh darah sehingga kolesterol mudah terserap masuk. Namun, jika menjaga kedua faktor tersebut, Anda akan membatasi jumlah kolesterol yang bisa masuk sekaligus melindungi kerusakan arteri.

Kebanyakan dokter lebih fokus untuk menurunkan kadar kolesterol pasiennya, padahal tekanan darah juga penting untuk dicek secara berkala dan dijaga agar selalu normal.

Menurut studi yang dimuat dalam jurnal Annals of Internal Medicine, untuk mengetahui kadar tekanan darah yang akurat, dibutuhkan pengukuran sampai dengan enam kali. Karena itu, selain di ruang dokter, Anda juga bisa mengukur tensi darah di toko obat atau di rumah jika memiliki alatnya.

Selain itu, sebaiknya ukur tensi darah pada kedua lengan. Menurut Aaron Michelfelder, peneliti dari Loyola University Stritch School of Medicine, hasil pengukuran yang berbeda bisa menjadi gejala penyakit pembuluh darah periferal yang akan meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Penyakit Dalam

Kenali Perusak Jantung dan Pembuluh Darah

Data Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan 2007 menyebutkan bahwa angka kematian di Indonesia yang diakibatkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) mencapai 31,9 persen. Menjalani gaya hidup sehat adalah satu-satunya cara untuk menghindari penyakit ini.

Menurut dr.Antono Sutandar, Sp.JP dari Siloam Heart Institute Siloam Hospital Kebun Jeruk, Jakarta, sebenarnya penyakit kardiovaskular bisa dicegah dengan melakukan perubahan gaya hidup. Berikut adalah empat hal yang bisa meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.

1. Merokok
Kebiasaan merokok turut menjadi penyumbang terbesar kerusakan sistem kardiovaskular. Hal ini karena 60 persen zat kimia dalam sebatang rokok mengandung zat beracun berbahaya, mulai dari nikotin, tar, hingga arsenik. Merokok juga akan mengurangi elastisitas pembuluh darah serta memicu pengerasan pembuluh darah arteri.

2. Kurang sayur dan buah
Sedikitnya kita harus mengonsumsi dua porsi buah dan tiga porsi sayur setiap hari. Kebiasaan mengonsumsi sayur dan buah juga akan menghindarkan kita dari kegemukan, yang juga menjadi faktor risiko penyakit jantung. Mengurangi kebiasaan makan di restoran cepat saji juga sebaiknya mulai Anda lakukan.  Selain tinggi kalori dan lemak, makanan cepat saji juga umumnya mengandung garam yang tinggi serta minim gizi.

3.  Pemakaian obat terlarang
Pemakaian obat-obatan terlarang seperti kokain dan amfetamin bisa meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sampai tujuh kali lipat. Seperti halnya rokok, zat-zat kimia beracun dalam obat terlarang juga berpotensi menyebabkan endapan dan penyempitan pembuluh darah. Saat pembuluh darah benar-benar tertutup maka jantung akan berhenti bekerja.

4. Kurang berolahraga
Untuk menjaga kebugaran dan kesehatan jantung, sebenarnya kita dianjurkan untuk berolahraga minimal 30 menit saja setiap harinya. Dengan rutin melakukan aktivitas fisik, aliran darah menjadi lebih lancar. Selain itu olahraga juga akan membuat kita terhindar dari kegemukan dan stres.