Rabu, 14 Agustus 2013

Pasien Cuci Darah Terus Meningkat

Jumlah pasien gagal ginjal terminal di Indonesia yang membutuhkan cuci darah atau dialisis mencapai 150.000 orang. Namun pasien yang sudah mendapatkan terapi dialisis baru sekitar 100.000 orang.

Perhimpunan Nefrolog (ahli ginjal dan hipertensi) Indonesia atau Pernefri melaporkan, setiap tahunnya terdapat 200.000 kasus baru gagal ginjal stadium akhir. Tetapi tidak semua pasien terlayani kebutuhan cuci darahnya karena keterbatasan unit mesin dialisis.

"Jumlah mesin dialisis di seluruh Indonesia baru 2.400 mesin yang masing-masing melayani 6 pasien per hari. Totalnya mesin yang kita punya melayani 12.000 pasien dan semuanya full," kata Prof. Rully Roesly dari Pernefri dalam acara seminar Pelayanan Kesehatan yang Efektif dan Efisien pada Kasus Gagal Ginjal Terminal yang diadakan PT. Askes di Jakarta, (26/6/13).

Menurut Eka B Wahjoeni dari Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan, mayoritas pasien gagal ginjal tahap terminal dibiayai oleh pemerintah. Menjelang diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional 2014, diperkirakan akan terjadi peningkatan biaya pelayanan kesehatan akibat peningkatan jumlah pasien yang memerlukan dialisis atau cangkok ginjal.

Pada tahun 2012 menurut data Askes, pelayanan dialisis menyerap 24 persen dari total biaya pelayanan kesehatan katostropik, yakni mencapai 428 miliar. Biaya tersebut naik 35 persen dari tahun sebelumnya dengan penambahan kasus sampai 14 persen.

"Biaya dialisis mengalami tren peningkatan, baik hemodialisa, continous ambulatory peritoneal dialysis, atau transplantasi ginjal," kata direktur pelayanan PT.Askes Fajriadinur dalam acara yang sama.

Mengantisipasi membengkaknya biaya kesehatan saat JKN diberlakukan tahun depan, Fajriadinur berharap semua pihak dapat ikut terlibat untuk membuat standar, panduan klinis untuk penyakit gagal ginjal.
"Nantinya akan ada panduan mengenai mana pasien yang bisa dilayani di tingkat primer, pelayanan kesehatan sekunder atau rumah sakit utama," katanya.

Sistem subsidi silang juga akan membuat beban kesehatan tak terlalu besar. "Asuransi sosial sifatnya gotong royong sehingga setiap warga negara terlindungi. Askes sebagai BPJS juga akan mencari pembiayaan yang efektif dengan kendali mutu," imbuhnya.

Prof.Rully juga mengingatkan pentingnya tindakan pencegahan, khususnya pada pasien hipertensi dan diabetes mellitus yang menjadi penyebab terbesar gagal ginjal.

"Pasien harus diedukasi untuk tidak menunda dialisis. perubahan gaya hidup mutlak dilakukan untuk mencegah progresivitas gagal ginjal agar tidak jatuh menjadi lanjut," katanya.
Pemerintah pun disarankan memperbaiki infrastruktur demi mendukung berkembangnya transplantasi ginjal di Indonesia. "Cangkok ginjal adalah terapi yang paling baik bagi pasien gagal ginjal terminal," paparnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar